Friday, June 29, 2012

gerak pada tumbuhan putri malu

A.  Judul                                  : Gerak pada tanaman putri malu (Mimosa pudica)
B.  Tujuan                               : 1.   Mengetahui reaksi putri malu setelah diberi                                                               perlakuan.
2.      Mengetahui jenis gerak yang terjadi pada tanaman putri malu ( Mimosa pudica )
C.  Landasan Teori                :
Tumbuhan sebagai mahluk hidup juga melakukan gerak. Namun, gerak yang dilakukan oleh tumbuhan tidak seperti yang dilakukan oleh hewan maupun manusia. Gerakan pada tumbuhan sangat terbatas. Gerakan yang dilakukan oleh tumbuhan hanya dilakukan pada bagian tertentu. Misalnya bagian ujung tunas, bagian ujung akar, ataupun pada bagian lembar daun tertentu. Pada prinsipnya, gerakan tumbuhan terjadi karena adanya proses pertumbuhan dan adanya kepekaan terhadap rangsang atau irritabilitas yang dimiliki oleh tumbuhan tersebut. Sebagai tanggapan terhadap rangsang terebut, tumbuhan melakukan gerakan yang mungkin menuju kearah rangsang atau menjauhi, atau melakukan gerak tanpa menunjukan arah tertentu. Beberapa jenis gerakan tumbuhan yang tergolong iritabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu tropisme, taksis, dan nasti.
1.    Tropis
Tropisme adalah gerakan tumbuhan yang dipengaruhi oleh rangsang dari luar. Rangsang dari luar yang mempengaruhi gerak tumbuhan ada bermacam-macam. Misalnya cahaya, gravitasi, air atau kelembaban, dan sentuhan atau singgungan. Berdasarkan jenis rangsangan tersebut, tropisme dibedakan menjadi fototropisme, geotropisme, hidrotropisme, dan tigmotropisme

a. Fototropisme adalah gerak bagian tumbuhan yang dipengaruhi oleh rangsang cahaya. Apabila gerak tumbuhan tersebut menuju kearah cahaya, berarti tumbuhan tersebut melakukan gerak fototropisme positif. Apabila gerakan tumbuhan ini menjauhi arah cahaya, maka disebut fototropisme negatif. Contoh gerak fototropisme positif adalah tanaman biji-bijian yang sedang tumbuh tunas.
b. Geotropisme adalah gerakan bagian tumbuhan karena pengaruh gravitasi (gaya tarik) bumi. Apabila arah pertumbuhan tersebut ke atas, maka termasuk geotropisme negatif. Akan tetapi, apabila arah pertumbuhan menuju kebawah berarti termasuk gerak geotropisme positif. Contoh geotropisme positif adalah pertumbuhan akar yang selalu menuju kebawah atau kedalam tanah.
c. Hidrotropisme adalah gerak bagian tumbuhan menuju kearah yang basah atau berair. Arah pertumbuhan menuju temapt yang berair disebut gerka hidrotropisme positif. Apabila araah pertumbuhan tanaman menjauhi tempat yang berair disebut gerakan hidrotropisme negatif. Contoh hidrotropisme positif adalah arah pertumbuhan ujung akar didalam tanah yang selalu menuju ketempat yang mengandung air.
d. Tigmotropisme adalah gerak tumbuhan dari bagian tumbuhan akibat persinggungan. Contohnya sulur markisa dan batang mentimun yang membelit tanaman lain.
2.    Taksis
Tumbuhan umumnya hanya mampu melalukan gerak pada sebagian anggota tubuhnya, misalnya akar yang mendekati air atau pucuk yang mendekati cahaya. Namun, pada tumbuhan tingkat rendah mampu melakukan gerak berpindah tempat. Seluruh tubuhnya berpindah. Misalnya, tumbuhan euglena dan bakteri besi. Gerak seluruh tubuh tumbuhan yang disebabkan oleh datangnya rangsang disebut gerak taksis. Berdasarkan rangsang penyebabnya, taksis dibedakan menjadi fototaksis dan kemotaktis. Fototaksis merupakan gerak seluruh tubuh tumbuhan yang disebabkan oleh rangsang cahaya. Misalnya gerakan euglena yang selalu mendekati cahaya.
3.    Nasti
Daun putri malu akan menutup apabila disentuh. Dan setelah didiamkan agak lama, daun tersebut akan membuka kembali. Gerak tersebut sebagai tanggapan atas reaksi yang datang dari luar, sedangkan arah gerakannya tidak ditentukan oleh arah datangnya rangsang. Gerakan tersebut disebut gerakan nasti.
Gerak nasti dibedakan menjadi dua, yaitu seismonasti dan gerak niktinasti. Seismonasti
adalah gerak bagian tubuh tumbuhan yang disebabkan oleh rangsang sentuhan. Sedangkan gerak niktinasti adalah gerak tubuh tumbuhan karena adanya rangsang intensitas cahaya yaitu gelap atau terang.

Tumbuhan putri malu sering dijumpai di sekitar sawah, kebun, rerumputan. Tumbuhan putri malu merupakan herba memanjat atau berbaring atau setengah perdu dengan tinggi 0,3-1,5 meter. Tumbuhan liar di tempat terbuka. Tumbuhan ini berasal dari Amerika tropis yang ditemukan pada ketinggian 1200 meter di bawah permukaan laut.
Berikut ini ciri-ciri morfologi tumbuhan putri malu :
1. Daun
Berupa daun majemuk menyirip ganda dua yang sempurna. Jumlah anak daun
berbentuk memanjang sampai lanset, ujung runcing, pangkal membundar, tepi
rata, permukaan atas dan bawah licin, panjang 6-16 mm, lebar 1-3 mm, berwarna
hijau, umumnya tepi daun berwarna ungu. Jika daun disentuh akan melipatkan
diri, menyirip rangkap. Siripterkumpul rapat dengan panjang 4-5,5 cm.
2. Batang
Batang bulat, berambut, dan berduri temple. Batang dengan rambut sikat yang
mengarah miring ke bawah.
3. Akar
Akar berupa akar pena yang kuat.
4. Bunga
Bunga berbentuk bulat seperti boa, nertangkai, berwarna ungu/merah. Kelopak
sangat kecil, bergigi empat, seperti selaput putih. Tabung mahkota kecil, bertaju
empat, seperti selaput putih.
5. Buah
Buah berbentuk polong, pipih seperti garis.
6. Biji
Biji bulat dan pipih.
Tumbuhan ini apabila disentuh maka daunnya akan menutup. Berbagai jenis perlakuan terhadap putri malu akan dicoba untuk mengetahui reaksi gerak nasti tumbuhan tersebut.



D.  Alat dan Bahan                            :
1.      Stopwatch
2.      kamera
3.      Alat tulis
4.      Tanaman putri malu (Mimosa pudica )

E.  Cara Kerja                                    :
1.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum
2.      Bagian - bagian tanaman putri malu disentuh  (pucuk muda, daun tua, pangkal daun kecil, pangkal rangkaian daun, batang, bunga)
3.      Setiap  gerak bagian-bagian tanaman putri malu diamati (pucuk muda, daun tua, pangkal daun kecil, pangkal rangkaian daun, batang, bunga)
4.      Dihitung waktu rentang antara menutupnya daun putri malu setelah di sentuh sampai membuka lagi dengan menggunakan stopwatch
5.      Setiap gerak yang dilakukan oleh tanaman putrid malu difoto
6.      Percobaan dilakukan lagi namun dengan menggunakan karton hitam. Karton tersebut dibuat kotak dan kemudian tanaman putri malu ditutup dengan karton tersebut, lalu geraknya diamati ( menutup ).
7.      Karton tersebut dibuka dan lihatlah berapa lama waktu tanaman putri malu dapat kembali ke posisi semula ( membuka kembali ).
8.      Laporan  hasil praktikum dibuat

F.   Data Hasil Pengamatan               :

Perlakuan
Waktu
Menutup
Membuka
Tanpa ditutupi karton ( biasa )
01:95
06:27:23
Ditutupi karton
43:07:81
07:02:84



G.  Pembahasan                                  :
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dapat dilihat pada data hasil pengamatan. Pada tabel tersebut menyatakan bahwa ketika tanaman putri malu disentuh, waktu menutupnya tanaman putri malu hanya 01:92 namun ketika tanaman itu kembali ke posisi semula ( membuka ) membutuhkan waktu yang cukup lama yakni sebesar 06:27:23. Namun berbeda pada saat tanaman putri malu ditutupi dengan kertas karton hitam. Hasil yang ditunjukkan saat tanaman putri malu menutup membutuhkan waktu yang cukup lama yakni sebesar 43:07:81, dan waktu yang dibutuhkan tanaman putri malu untuk membuka kembali ( ke posisi semula ) hanya membutuhkan waktu yang singkat, yakni sebesar 07:02:84.
Pada saat bagian tumbuhan putri malu disentuh, terjadi aliran air menjauhi daerah sentuhan. Adanya aliran air tersebut menyebabkan kadar air sel-sel motor di daerah sentuhan berkurang, sehingga tekanan turgornya mengecil. Juga disebabkan karena hilangnya turgor dalam sel-sel pulvinus. Pulvinus adalah organ penggerak khusus yang berada di tulang daun. Akibatnya batang, cabang, dan atau tulang daun menjadi layu dan diikuti dengan mengatupnya daun putri malu. Setelah beberapa saat tertentu tekanan turgor sedikit demi sedikit akan kembali ke keadaan normalnya diikuti dengan tegaknya kembali batang, cabang, dan mekarnya seluruh daun putri malu. Gerak yang terjadi pada tanaman putri malu yang akan menutup bila disentuh, dan setelah didiamkan agak lama, daun tersebut akan membuka kembali. Gerakan tersebut disebut gerakan nasti, dimana merupakan tanggapan atas reaksi yang datang dari luar, sedangkan arah gerakannya tidak ditentukan oleh arah datangnya rangsang. Gerakan ketika tanaman putri malu disentuh disebut seismonasti, yakni gerak bagian tubuh tumbuhan yang disebabkan oleh rangsang sentuhan.
Saat tanaman putri malu ditutup dengan karton hitam, tanaman putri malu  juga akan mengatup namun membutuhkan waktu yang relative lebih lama. Penutupan dengan menggunakan karton hitam ini diibaratkan saat malam hari. Hal ini terjadi karena saat tanaman putri malu ditutup berarti intensitas cahaya matahari semakin lama semakin berkurang. Respon daun putri malu satu per satu mengatup dari yang teratas sampai pada yang terbawah. Proses ini disebut juga gerak tidur, di mana putri malu menghentikan proses fotosintesisnya. Gerakan tidur ini disebabkan oleh perubahan harian dalam tekanan turgor sel motor dalam pulvinus yang mirip dengan tumbuhan sensitif seperti putri malu. Ketika daun berada dalam posisi horizontal, sel-sel pada satu sisi pulvinus akan membengkak (turgid), sementara sel pada sisi berlawanan akan menjadi lembek dan melemah. Ketika  kertas karton dibuka kembali, intensitas cahaya yang cukup akan mengenai tanaman putri malu dan akan memulai kembali proses fotosintesisnya. Di saat tersebut, kadar air sel akan meningkat sedikit demi sedikit diikuti dengan kembali normalnya tekanan turgor sel putri malu sehingga akhirnya tumbuhan putri malu kembali lagi ke bentuk awalnya. Gerak saat tanaman putri malu ditutup dengan karton hitam disebut gerak niktinasti, yakni gerak tubuh tumbuhan karena adanya rangsang intensitas cahaya yaitu gelap atau terang.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, variabel yang bertindak sebagai Variabel bebas : arah rangsang dan jenis perlakuan; Variabel terikat : waktu membuka dan menutup daun putri malu setelah diberi perlakuan; dan Variabel control : tanaman putri malu.















H.  Kesimpulan                                   :
Tanaman putri malu adalah tumbuhan yang sangat peka terhadap rangsangan. Berbagai rangsangan yang diberikan (yaitu: sentuhan, diberi hawa panas, dan diberi hawa dingin) kepada putri malu memberikan pengaruh pada perilaku tanaman ini. Perilaku yang ditimbulkan akibat diberi rangsangan yaitu menutupnya daun putri malu. Waktu untuk menutupnya daun setelah diberi rangsangan sentuhan, lebih singkat dibandingkan waktu untuk menutupnya daun setelah diberi rangsangan yang lain.
Daun putri malu akan menutup apabila disentuh. Dan setelah didiamkan agak lama, daun tersebut akan membuka kembali. Gerak tersebut sebagai tanggapan atas reaksi yang datang dari luar, sedangkan arah gerakannya tidak ditentukan oleh arah datangnya rangsang. Gerakan tersebut disebut gerakan nasti.
Gerak nasti dibedakan menjadi dua, yaitu seismonasti dan gerak niktinasti. Seismonasti
adalah gerak bagian tubuh tumbuhan yang disebabkan oleh rangsang sentuhan. Sedangkan gerak niktinasti adalah gerak tubuh tumbuhan karena adanya rangsang intensitas cahaya yaitu gelap atau terang.


Daftar Pustaka
http://inanovitasmadani.blogspot.com/







Lampiran Gambar
                     
Gb.1 tanaman putri malu                  Gb. 2 tanaman purti malu
 sebelum diberi perlakuan                        setelah  disentuh
                     
   Gb.3 tanaman putri malu                     Gb. 4 tanaman putri malu
        Ketika dibiarkan membuka sendiri       ditutup dengan kertas karton hitam
                    
                Gb.5 tanaman putri malu                    Gb.6 tanaman putri malu   
       menutup saat ditutup  dengan karton          membuka kembali setelah
       hitam( namun saat diambil foto                  ditutup dengan karton hitam
       beberapa daun dari putri malu mulai
       membuka kembali akibat dari
       adanya cahaya matahari )    
Gerak pada Tanaman Putri Malu (Mimosa pudica)

UNSRI 






Disusun oleh :
Shinta Dwi Kurnia (06091009017)







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011

antibodi monoklonal


ANTIBODI MONOKLONAL
Antibodi merupakan campuran protein di dalam darah dan disekresi mukosa menghasilkan sistem imun bertujuan untuk melawan antigen asing yang masuk ke dalam sirkulasi darah. Antibodi dibentuk oleh sel darah putih yang disebut limfosit B. Limfosit B akan mengeluarkan antibodi yang kemudian diletakkan pada permukaannya. Setiap antibodi yang berbeda akan mengenali dan mengikat hanya satu antigen spesifik. Antigen merupakan suatu protein yang terdapat pada permukaan bakteri, virus dan sel kanker. Pengikatan antigen akan memicu multiplikasi sel B dan penglepasan antibodi. Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Antibodi memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran walaupun struktur dasarnya berbentuk `Y`(gambar 1). Antibodi tersebut mempunyai 2 fragmen, fragmen antigen binding Fab dan fragmen cristallizable Fc.Fragmen antigen binding Fab digunakan untuk mengenal dan mengikat antigen spesifik, tempat melekatnya antigen antibodi yang tepat sesuai regio yang bervariasi disebut complementary determining region (CDR) dan Fc berfungsi sebagai efektor yang dapat berinteraksi dengan  sel imun atau protein serum.
Gambar 1. Model antibodi
Antibodi monoklonal adalah antibodi buatan identifik karena diproduksi oleh salah satu jenis sel imun saja dan semua klonnya merupakan sel single parent. Antibodi monoklonal mempunyai sifat khusus yang unik yaitu dapat mengenal suatu molekul, memberikan informasi tentang molekul spesifik dan sebagai terapi target tanpa merusak sel sehat sekitarnya. Antibodi monoklonal murni dapat diproduksi dalam jumlah besar dan bebas kontaminasi. Antibodi monoklonal dapat diperoleh dari sel yang dikembangkan di laboratorium, reagen tersebut sangat berguna untuk penelitian terapi dan diagnostik laboratorium.
Antibodi monoklonal dapat diciptakan untuk mengikat antigen tertentu kemudian dapat mendeteksi atau memurnikannya. Manusia dan tikus mempunyai kemampuan untuk membentuk antibodi yang dapat mengenali antigen. Antibodi monoklonal tidak hanya mempertahankan tubuh untuk melawan organisme penyakit tetapi juga dapat menarik molekul target lainnya di dalam tubuh seperti reseptor protein yang ada pada permukaan sel normal atau molekul yang khas terdapat pada permukaan sel kanker. Spesifisiti antibodi yang luar biasa menjadikan zat ini dapat digunakan sebagai terapi. Antibodi mengikat sel kanker dan berpasangan dengan zat sitotoksik sehingga membentuk suatu kompleks yang dapat mencari dan menghancurkan sel kanker. Antibodi monoklonal mempunyai 4 jenis (gambar 2) yaitu:
1.      Murine, murni didapat dari tikus dapat menyebabkan human anti mouse antibodies (HAMA) nama akhirannya moma”
2.      Chimeric, gabungan Fc antibodi human dan Fab antibodi monoklonal tikus nama akhirannya ximab (rituximab).
3.      Humanized, hanya sebagian kecil Fab antibodi tikus yang digabungkan dengan antibodi human (95-98%) nama akhirannya zumab”
4.      Fully human, keseluruhan antibodi human nama akhirannya ″mumab″ (adalimumab).
Gambar 2. Jenis antibodi monoklonal
PEMBUATAN ANTIBODI MONOKLONAL

KÅ‘hler dan Milstein menjelaskan bagaimana caranya mengisolasi dan mengembangkan antibodi monoklonal murni spesifik dalam jumlah banyak yang didapat dari campuran antibodi hasil respons imun. Tikus yang telah diimunisasi dengan antigen khusus ke dalam sumsum tulang akan menghasilkan sel limfosit B yang  memiliki masa waktu hidup terbatas dalam kultur, hal ini dapat diatasi dengan cara menggabungkan dengan sel limfosit B tumor (myeloma) yang abadi. Hasil campuran heterogen sel hybridomas dipilih hybridoma yang memiliki 2 kemampuan yaitu dapat menghasilkan antibodi khusus dan dapat tumbuh di dalam kultur. Hybridoma ini diperbanyak sesuai klon individualnya dan setiap klon hanya menghasilkan satu jenis antibodi monoklonal yang permanen dan stabil. Hybridoma yang berasal dari satu limfosit akan menghasilkan antibodi yang akan mengenali satu jenis antigen. Antibodi inilah yang dikenal sebagai antibodi monoklonal (gambar 3).
Proses pembuatan antibodi monoklonal melalui 5 tahapan yaitu :
1.      Imunisasi tikus dan seleksi tikus donor untuk pengembangan sel hybridoma Tikus diimunisasi dengan antigen tertentu untuk menghasilkan antibodi yang diinginkan. Tikus dimatikan jika titer antibodinya sudah cukup tercapai dalam serum kemudian limpanya digunakan sebagai sumber sel yang akan digabungkan dengan sel myeloma.
2.      Penyaringan produksi antibodi tikus Serum antibodi pada darah tikus itu dinilai setelah beberapa minggu imunisasi. Titer serum antibodi ditentukan dengan berbagai macam teknik seperti enzyme link immunosorbent assay(ELISA) dan flow cytometry. Fusi sel dapat dilakukan bila titer antibodi sudah tinggi jika titer masih rendah maka harus dilakukan booster  sampai respons yang adekuat tercapai. Pembuatan sel hybridoma secara in vitro diambil dari limpa tikus yang dimatikan.
3.      Persiapan sel myeloma Sel myeloma yang didapat dari tumor limfosit abadi tidak dapat tumbuh jika kekurangan hypoxantine guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT) dan sel limpa normal masa hidupnya terbatas. Antibodi dari sel limpa yang memiliki masa hidup terbatas menyediakan HGPRT lalu digabungkan dengan sel myeloma yang hidupnya abadi sehingga dihasilkan suatu hybridoma yang dapat tumbuh tidak terbatas. Sel myelomamerupakan sel abadi yang dikultur dengan 8 azaguanine sensitif terhadap medium seleksi hypoxanthine aminopterin thymidine (HAT). Satu minggu sebelum fusi sel, sel myeloma dikultur dalam 8 azaguanine. Sel harus mempunyai kemampuan hidup tinggi dan dapat tumbuh cepat. Fusi sel menggunakan medium HAT untuk dapat bertahan hidup dalam kultur.
4.      Fusi sel myeloma dengan sel imun limpa Satu sel limpa digabungkan dengan sel myeloma yang telah dipersiapkan. Fusi ini diselesaikan melalui sentrifugasi sel limpa dan sel myeloma dalam polyethylene glycol suatu zat yang dapat menggabungkan membran sel. Sel yang berhasil mengalami fusi dapat tumbuh pada medium khusus. Sel itu kemudian didistribusikan ke dalam tempat yang berisi makanan, didapat dari cairan peritoneal tikus. Sumber makanan sel itu menyediakan growth factor untuk pertumbuhan sel hybridoma.
5.      Pengembangan lebih lanjut kloning sel hybridoma Kelompok kecil sel hybridoma dapat dikembangkan pada kultur jaringan dengan cara seleksi ikatan antigen atau dikembangkan melalui metode asites tikus. Kloning secaralimiting dilution akan memastikan suatu klon itu berhasil. Kultur hybridoma dapat dipertahankan secara in vitro dalam tabung kultur (10-60 ug/ml) dan in vivo pada tikus, hidup tumbuh di dalam suatu asites tikus. Konsentrasi antibodi dalam serum dan cairan tubuh lain 1-10 ug/ml.
Gambar 3. Pembuatan antibodi monoclonal

MEKANISME KERJA ANTIBODI MONOKLONAL 
Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk meningkatkan efek sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun adalah antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC), complement dependent cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksi sel tumor atau menghilangkan sel permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai target muatan (radioisotop, obat atau toksin) untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi prodrugdi tumor, antibody directed enzyme prodrug therapy (ADEPT). Antibodi monoklonal digunakan secara sinergis melengkapi mekanisme kerja kemoterapi untuk melawan tumor.

Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)
            Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) terjadi jika antibodi mengikat antigen sel tumor dan Fc antibodi melekat dengan reseptor Fc pada permukaan sel imun efektor. Interaksi Fc reseptor ini berdasarkan kemanjuran antitumor dan sangat penting pada pemilihan suatu antibodi monoklonal. Sel efektor yang berperan masih belum jelas tapi diasumsikan sel fagosit mononuklear dan atau natural killer (NK). Struktur Fc domain dimanipulasi untuk menyesuaikan jarak antibodi dan interaksi dengan Fc reseptor. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) dapat meningkatkan respons klinis secara langsung menginduksi destruksi tumor melalui presentasi antigen dan menginduksi respons sel T tumor. Antibodi monoklonal berikatan dengan antigen permukaan sel tumor melalui Fc reseptor permukaan sel NK. Hal ini memicu penglepasan perforin dan granzymes untuk menghancurkan sel tumor (gambar 5a). Sel - sel yang hancur ditangkap antigen presenting cell (APC) lalu dipresentasikan pada sel B sehingga memicu penglepasan antibodi kemudian antibodi ini akan berikatan dengan target antigen (gambar 5b-d). Sel cytotoxic T lymphocytes (CTLs) dapat mengenali dan membunuh sel target antigen (gambar 5d).4,10
Gambar 5. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)
Complement dependent cytotoxicity (CDC)
Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel akan mengawali kaskade komplement. Complement dependent cytotoxicity (CDC) merupakan suatu metode pembunuh sel tumor yang lain dari antibodi. Imunoglobulin G1 dan G3 sangat efektif pada CDC melalui jalur klasik aktivasi komplemen (gambar 6a). Formasi kompleks antigen antibodi merupakan komplemen C1q berikatan dengan IgG sehingga memicu komplemen protein lain untuk mengawali penglepasan proteolitik sel efektor kemotaktik / agen aktivasi C3a dan C5a (gambar 6b). Kaskade komplemen ini diakhiri dengan formasi membrane attack complex (MAC) (gambar 6c) sehingga terbentuk suatu lubang pada sel membran. Membrane attack complex (MAC) memfasilitasi keluar masuknya air dan Na++ yang akan menyababkan sel target lisis (gambar 6d).4,10
Gambar 6. Complement-dependent cytotoxicity (CDC)

Perubahan transduksi signal
           Reseptor growth factor merupakan suatu antigen target tumor, ekspresinya berlebihan pada keganasan. Aktivasi transduksi signal pada kondisi normal akan menginduksi respons mitogenik dan meningkatkan kelangsungan hidup sel, hal ini diikuti dengan ekspresi perkembangan sel tumor yang berlebihan yang juga menyebabkan tumor tidak sentitif terhadap zat kemoterapi. Antibodi monoklonal sangat potensial menormalkan laju perkembangan sel dan membuat sel sensitif terhadap zat sitotoksik dengan menghilangkan signal reseptor ini. Target antibodi EGFR merupakan inhibitor yang kuat untuk transduksi signal. Terapi antibodi monoklonal memberikan efek penurunan densiti ekspresi target antigen contohnya penurunan konsentrasi EGFR permukaan sel tumor atau membersihkan ligan seperti VEGF. Pengikatan ligand reseptor growth factor memicu dimerisasi dan aktivasi kaskade signal (gambar 7a) sehingga terjadi proliferasi sel dan hambatan terhadap zat sitotoksik (gambar 7b). Antibodi monoklonal menghambat signal dengan cara menghambat dimerisasi atau mengganggu ikatan ligand (gambar 7c).
Gambar 7. Perubahan transduksi signal

Imunomodulasi
Beberapa percobaan menunjukkan antibodi yang langsung melawan cytotoxic T lymphocyte antigen 4 (CTLA 4) terbukti dapat menginduksi regresi imun. Pola toksisiti yang diteliti pada uji klinis memperlihatkan hubungan perlekatan CTLA 4 dengan ligand dapat menginduksi respons autoimun, hal ini terlihat pada aktivasi sel T dependent. Gabungan antibodi antiCTLA 4 dengan antibodi monoklonal menginduksi ADCC, kemoterapi sitotoksik atau radioterapi sehingga dapat meningkatkan respons imun terhadap antigen spesifik tumor.
Penghantaran muatan sitotoksik
            Antibodi monoklonal pada terapi kanker akan melawan target sel tumor dengan cara mengikat sel spesifik tumor dan menginduksi respons imun. Antibodi monoklonal telah digunakan secara luas dalam percobaan sebagai zat sitotoksik sel - sel tumor. Modifikasi antibodi monoklonal dilakukan dengan tujuan sebagai zat penghantar radioisotop, toksin katalik, obat – obatan, sitokin, enzim atau zat konjugasi aktif lainnya. Pola antibodi bispesifik pada kedua bagian Fab memungkinkan untuk mengikat target antigen dan sel efektor.

Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT)
            Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT) menggunakan antibodi monoklonal sebagai penghantar untuk sampai ke sel tumor kemudian enzim mengaktifkan prodrug pada tumor, hal ini dapat meningkatkan dosis active drug di dalam tumor. Konjugasi antibodi monoklonal dan enzim mengikat antigen permukaan sel tumor (gambar 7a) kemudian zat sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug akan mengikat konjugasi antibodi monoklonal dan enzim permukaan sel tumor (gambar 7b-c) akhirnya inaktivasi prodrug terpecah dan melepaskan active drug di dalam tumor (gambar 7d).
Gambar 7. Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT)

Daftar Pustaka